Bab 234
Bab 234
Ruang Untukmu
Bab 234
“Apa kamu yakin suamimu tidak masalah kamu mentraktirku makan, Tasya?” Omar bertanya dengan malu.
Saat itulah Tasya menyadari bahwa dia belum memberi tahu Omar tentang dirinya sendiri. Karena itu, dia tersenyum dan menjawab, “Aku tidak punya suami. Aku seorang ibu tunggal.”
Meskipun Omar sudah lama menduga bahwa Tasya adalah seorang ibu tunggal, dia masih terkejut ketika mendengar wanita itu mengakuinya sendiri. “Bukankah pria yang kulihat di rumahmu tadi malam adalah suamimu?”
“Oh, bukan. Tentu saja bukan. Dia... hanya temanku.” Tasya menolak untuk mengungkapkan identitas Elan, namun Omar yakin dengan apa yang dia lihat. Lagi pula, dia masih bisa mengingat tatapan mengancam Elan tadi malam, seakan–akan Elan adalah binatang buas yang ingin menelannya hidup– hidup. Karena itu, dia yakin bahwa Elan menyukai Tasya.
ou
“Karena kita tinggal sangat berdekatan satu sama lain, tolong jangan lupa memberitahuku apa yang kamu butuhkan, Tasya.” Omar menggaruk kepalanya, terpesona pada paras indah Tasya dan menganggapnya sebagai seorang wanita yang cantik, meskipun dia sudah menjadi seorang ibu.
Faktanya, ketika Omar pertama kali melihat Tasya, dia sangat tertarik kepada keelokan dan keanggunannya. Lagi pula, seorang wanita cantik seperti Tasya sangatlah menarik bagi pria yang hampir tidak pernah bersosialisasi.
“Baiklah. Omong-omong, jam berapa kamu pergi bekerja? Apa kamu mau kuantar
ke tempat kerja? Itu juga akan membantumu menghemat uang transport,” tanya
Tasya.
Mata Omar berbinar saat dia tersenyum bahagia dan menjawab, “Tentu, tapi aku akan membayar bensinmu atau sesuai dengan jarak tempuh ke sana.”
Tasya menertawakannya dan berkata, “Tidak perlu. Aku juga berkendara ke tempat kerja, jadi tidak masalah bagiku untuk menurunkanmu di perjalanan.”
“Tidak. Kamu menempatkanku di posisi yang sulit untuk menerima tawaranmu.” Omar bersikeras untuk membayar bensin mobil Tasya.
“Baiklah kalau begitu, bayar aku sekali setiap bulan saat aku mengisi bensin mobilku.”
“Oke, kalau begitu aku akan membayar bensinmu.” Omar bersikeras.
Tasya tersenyum dan berkata, “Tentu, saat kita kebetulan mampir ke pompa
bensin.”
Memikirkan bahwa kecil kemungkinan mereka akan mampir ke pom bensin, Tasya bersedia memberi Omar tumpangan ke tempat kerja karena wanita itu ingin ditemani agar dia tidak merasa bosan.
Pada saat itu, ponsel Tasya yang terhubung ke audio mobilnya berdering, yang mana nama peneleponnya membuat hatinya sedih ketika melihatnya. Serius, Elan? Kenapa kamu meneleponku? Enggan menjawab panggilan itu, dia membiarkan teleponnya berdering sementara Omar melihat sekilas nama si penelepon–Pak Elan.
“Apakah dia bosmu?”
“Ya, benar.”
“Kalau begitu cepatlah dan jawab panggilannya.” Omar merasa khawatir kepada
Tasya.
Jadi, Tasya mengisyaratkan kepada Omar untuk tidak bersuara dan dia menjawab panggilan itu. “Halo, Pak Elan. Ada apa?”
“Di mana mobilmu?” Suara magnetis pria itu bergema di dalam mobil.
“Ada padaku. Sekarang aku sedang dalam perjalanan untuk menjemput anakku, jadi jika tidak ada hal penting..”
“Hati–hati, Tasya!” Omar berteriak karena mobil Tasya nyaris menabrak mobil lain.
Karenanya, Tasya mengerem mendadak, menyadari bahwa dia tidak boleh membiarkan fokusnya terganggu saat mengemudi.
“Siapa pria yang ada di mobilmu?” Penelepon itu bertanya pada Tasya, suaranya bergema di dalam mobil.
“Sekarang aku sedang mengemudi, Pak Elan, jadi sekarang bukanlah waktu yang tepat bagiku untuk berbicara. Sampai jumpa.” Tasya akhirnya kehilangan kesabaran dan memberi tahu pria itu bahwa dia akan menutup telepon.
Sementara itu, Omar kebingungan dengan apa yang sedang terjadi, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya–tanya tentang hubungan Tasya dan bosnya.
Kenapa bosnya begitu marah setelah mendengar suaraku? Original content from NôvelDrama.Org.
“Tasya, kalau kamu berani...” Sebelum Elan menyelesaikan kalimatnya, Tasya maju dan menutup telepon, hanya untuk menerima panggilan lain dari pria itu. Tepat ketika Omar bertanya–tanya dengan
gugup mengapa bosnya kembali menelepon, pria itu mendengar jawaban Tasya yang membuatnya terkejut. “Jangan repot–repot menjawabnya. Biarkan saja berdering.”
Omar tertegun tanpa bisa berkata–kata setelah mendengar perkataan Tasya, namun dia terkesan kepada keberanian wanita itu untuk mengabaikan panggilan bosnya. Rasa hormatnya kepada Tasya bertumbuh semakin besar ketika wanita itu kemudian mengaktifkan mode senyap pada teleponnya.
Sementara itu, Elan tampak memasang tatapan suram di parkiran basement. Aku hanya terlambat beberapa menit, dan sekarang wanita itu pergi dengan pria lain di mobilnya. Omong–omong, siapa pria itu? Kenapa pria itu memanggilnya Tasya dan bukannya Nona Merian seolah wanita itu adalah miliknya... Yang lebih buruk lagi adalah Tasya punya nyali untuk menutup teleponku. Apa aku mengganggu perselingkuhannya dengan pria lain? Memikirkan hal itu, Elan mengepalkan tinjunya, merasa cemburu kepada pria yang sedang bersama Tasya karena tampaknya Omar bersenang– senang dengan wanita yang dia cintai, sebagaimana yang dia lakukan sebelumnya sore itu.
Kewalahan dengan kecemburuannya, Elan mulai merasa resah dan gelisah.
Next Chapter