Bab 199
Bab 199
Bab 199
“Jadi itu artinya kamu akan tidur sendirian malam ini?” Tatapan nakal melintas di mata pria itu.
Tasya langsung waspada menatapnya dan bertanya, “Apa maksudmu?”
“Bukan apa–apa. Hanya saja aku ingin tidur di ranjangmu.”
“Jangan coba–coba mengambil keuntungan. Pulanglah dan tidur di rumahmu sendiri. Kalau tidak, aku akan melarangmu makan di sini lagi.”
“Ayahmu terlihat sangat bahagia malam ini, tetapi waktu yang tersisa hanya tiga bulan lagi sampai perusahaannya diambil alih. Jika kamu ingin ayahmu tetap terlihat bahagia, biarkan aku tidur di sini untuk malam ini,” kata Elan sambil melihat cahaya kota di kejauhan.
Di sisi lain, Tasya yang tampak tidak percaya dengan kata–katanya hanya bisa tertegun beberapa saat.
“Oposisi kali ini sangat kuat. Jika aku tidak ikut campur, tidak ada yang mampu menyelamatkan perusahaan ayahmu. Mungkin ayahmu bisa meminta bantuan dengan menggunakan koneksinya. tetapi itu tidak akan mengubah nasib perusahaannya yang pada akhirnya akan tetap diambil alih.”
Tasya terjebak dalam dilemma. Dia merasa lemas seolah–olah tidak ada lagi energi yang tersisa di tubuhnya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada perusahaan ayahnya, namun dia juga tidak ingin memelas pada Elan.
“Mungkin ayahku akan lebih beruntung kali ini dan mungkin perusahaannya..” Tasya tidak bisa melanjutkan kata–katanya. Dia sadar ‘keberuntungan yang ayah dapatkan selama ini adalah bantuan Elan dari balik layar.
Tasya, menurutmu apa lebih baik ayahmu memohon pada orang lain, atau kamu memohon padaku atas namanya?” Suaranya semakin serak. Kemudian Elan melanjutkan kata–katanya, “Bahkan walaupun aku tidak wajib meinbantu kalian, aku masih sangat bersedia membantu kalian
Tasya hanya bisa melihat ke arah lampu malam kota dan merasa langit bahkan tidak cukup besar untuk menampung masalahnya. Bagaimana masalah ini sampai ke titik ini?
Pria yang paling dia hindari bantuannya ternyata pria yang bisa menyelesaikan semua masalahnya
Pada akhirnya, karena Tasya merasa dirinya tidak cukup tangguh dan tidak ingin melihat ayahnya mengemis pada orang lain, dia pun menjawab sambil menatap Elan, “Kamu mau tidur di kamar anakku atau kamarku?”
Sambil menyeringai, pria itu menjawab dengan yakin, “Kamarmu”
Saat kata–kata itu keluar dari mulutnya, Tasya merasa seolah–olah harga dirinya sudah terinjak injak Dia hanya bisa menundukkan kepalanya dan membenci dirinya sendiri melakukan m
Elan srolah bisa menebak pikirannya dan tiba–tiba memeluknya hanya aku tidak akan membiarkanmu memandang rendah diri diri Balkanika kamu tak munolon padaku
aku akan tetap membantu ayahmu. Aku berjanji, dalam hidup ini, aku akan memastikan kamu dan ayahmu hidup tenang tanpa khawatir masalah uang lagi.”
Perlu diakui, pria itu mampu menemukan titik icrlemahnya saat dia berada di saat–saat rapuhnya.
“Terima kasih.” Tasya mencoba mendorongnya, tetapi Elan tidak membiarkannya, Copyright Nôv/el/Dra/ma.Org.
Tiba–tiba, dia mencium rambutnya dengan penuh kasih sayang. “Jangan khawatir. Aku di sini untuk melindungimu.”
Kalimat ini membuat Tasya berpikir bahwa dia seolah mahakuasa yang bisa menghalangi apa pun yang bisa menyakitinya dan keluarganya.
Entah kenapa Tasya terus berada dalam pelukannya tanpa memberontak sedikitpun. Entah karena dia merasa aman dan nyaman dalam pelukannya atau karena dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan lagi.
Mereka terus berpelukan hingga telepon berdering lagi. Tasya mengambil ponselnya dan melihat ada panggilan dari Nando. Dia melepaskan diri dari pelukan Elan sambil menenangkan diri. Namun, saat dia hendak menjawab panggilannya, Elan merebut ponselnya dan menyalakan pengeras suara.
“Halo, Tasya. Apa kamu takut tidur sendirian? Mau ngobrol sebentar?”
Suara Nando yang di mabuk cinta menggema di sekitar balkon yang sunyi.
Hal itu membuat wajah Tasya memerah. Kenapa dia menyalakan pengeras suara? Namun, karena telepon ada di tangan Elan, dia tidak bisa merebutnya kembali bahkan jika dia mau.
“Eh... tidak usah. Nando. Kamu tidur saja. Selamat malam!” Tasya ingin cepat–cepat mengakhiri panggilan ini.
“Aku tidak bisa tidur. Aku memikirkanmu, tahu?” Nando masih tidak menyadari bahwa kata–kata genitnya sedang didengar oleh pihak ketiga.
“Nando, sudah dulu ya. Kamu tidur saja! Aku akan menutup telepon sekarang.”
Namun, Nando mulai bertingkah manja. “Kalau begitu, nyanyikan lagu untukku. Kamu bisa menyanyikan lagu anak-anak yang biasa kamu nyanyikan untuk menghibur Jodi. Jika kamu melakukannya, maka aku akan tidur. Jika tidak, maka aku tidak akan tidur.”
Ekspresi Elan tampak geram mendengar kata–kata itu, sementara wajah Tasya semakin merah seperti tomat.
Kenapa dia harus menghadapi hal seperti ini?
Previous Chapter
Next Chapter