Bab 5
Bab 5 Ketakutan
Bernama Ardika?
Sambil melirik Ardika, Herkules menjawab dengan bingung, “Ada seseorang yang bernama Ardika Mahasura, saya sedang bersiap untuk menghajarnya.”
Dari ujung telepon tiba-tiba terdengar suara keras.
Herkules buru-buru bertanya, “Tuan John, Anda kenapa?”
Detik selanjutnya, teriakan penuh amarah memasuki telinga Herkules.
“Kenapa denganku? Bajingan kamu! Kamu ingin aku mati, ya?”
“Aku kasih tahu! Kamu harus menuruti semua permintaannya, kamu harus melayaninya seperti seorang bos, mengerti?”
Herkules tertegun. Selama bertahun-tahun, dia tidak pernah melihat John kehilangan kontrol diri seperti sekarang.
Herkules lalu bertanya, “Tuan John, sepertinya Anda salah. Dia hanyalah seorang menantu pecundang dari Keluarga Basagita.”
“Herkules, kamu ingin mati, ya? Di matanya, kamu dan aku hanyalah rumput liar yang tak berguna. Dia bisa membunuh kita dengan mudah.”
“Tuan John … ini ….”
Setelah mendengarnya, Herkules mulai berkeringat dingin.
“Aku ingatkan terakhir kali, dia adalah sosok yang bahkan nggak berani aku tatap secara langsung. Jaga dirimu!”
Setelah itu, telepon pun dimatikan.
Herkules langsung bengong. Setelah sadar kembali, dia baru menyadari bahwa seluruh tubuhnya basah oleh keringat dingin. Kedua kakinya juga tanpa sadar ikut gemetar.
Melihat Herkules yang terdiam dan tidak bereaksi, Wulan segera maju dan bertanya, “Kak Herkules, Anda kenapa? Cepat berikan perintah untuk membereskan dua orang pecundang itu.”
“Membereskan mereka? Sialan kamu!”
Terdengar teriakan penuh amarah.
Plak!
Herkules tiba-tiba menampar Wulan.
Tamparan yang tiba-tiba itu membuat semua orang bengong.
Wulan yang ditampar pun mundur beberapa langkah, wajah yang cantik itu langsung bengkak.
Sambil menutupi wajahnya, Wulan pun berkata dengan tak berdaya, “Kak Herkules … saya datang membeli mobil, seharusnya Anda memukul mereka.”
“Wanita jalang sepertimu memang pantas ditampar! Kalau bukan karena menghormati Keluarga Buana, hari ini aku pasti akan menamparmu sampai mati. Cepat pergi dari sini!”
Wulan yang menutupi wajahnya tidak berani bersuara, dia juga tidak berani marah. Dia hanya bisa menatap Luna dan Ardika dengan kesal, kemudian berlari keluar.
Ketika melewati Ardika, dia tidak lupa mengingatkan, “Dasar idiot! Tunggu saja kamu!”
Menurut Wulan, dia ditampar karena ulah Ardika.
Luna tanpa sadar menarik lengan Ardika sambil mundur, dia lalu berbisik, “Ardika, ayo kita pergi ….”
Sebelum Ardika sempat bereaksi, Herkules sudah berjalan ke arah mereka dengan cepat.
Luna makin ketakutan.
Siapa sangka, Herkules malah membungkukkan diri sampai 90 derajat. Dia lalu berkata dengan nada gemetar, “Tuan Ardika, Nona Luna, saya sudah berbuat salah. Mohon maaf, tolong jangan masukkan ke dalam hati ….”
Eh?
Luna langsung bengong. Kenapa Herkules seolah-oleh berubah menjadi orang lain setelah menerima telepon?
“Utang Keluarga Basagita sudah bisa dibayar, ‘kan?” Ardika sama sekali tidak merasa aneh dengan sikap Herkules, hal itu membuktikan bahwa Draco sudah melakukan tugasnya dengan baik.
Herkules terus mengangguk sambil menjawab, “Bisa, bisa, bisa …. Aku akan segera mengurusnya ….”
Setelah mereka keluar dari kompleks penjualan mobil, Luna memegang sebuah kertas cek dengan ekspresi kebingungan.
Dari waktu ke waktu, dia terus melirik ke arah Ardika. Apakah semua ini berkata Ardika?
Pada saat yang sama, di salah satu vila Kota Banyuli.
John yang merupakan seorang bos preman besar sedang berlutut di lantai dengan ekspresi ketakutan. Di hadapannya, duduk seorang pria jangkung berseragam militer.
Draco berkata dengan tenang, “John, kamu nggak bodoh. Kalau terjadi sesuatu dengan bosku, kamu pasti sudah masuk penjara.”
“Terima kasih atas pengampunan Komandan.”
Setelah berhasil bertahan hidup, tekanan yang dirasakan John pun berkurang. Dia menundukkan kepala dan memohon, “Saya nggak tahu beliau datang ke Kota Banyuli, bahkan bawahan saya hampir saja melawannya. Apakah saya bisa menjamu beliau sebagai permohonan maaf?”
“Aku akan menanyakannya.”
“Terima kasih, Komandan!”
…
Kompleks Anggrek merupakan kompleks tua berusia puluhan tahun di Kota Banyuli, Luna sekeluarga tinggal di tempat ini.
Setelah Luna dan Ardika pulang, hari sudah malam.
Melihat kemunculan Luna dan Ardika, Desi dan suaminya yang sudah menunggu di depan pintu masuk kompleks segera mendekati mereka. Desi lalu berkata, “Luna, kamu nggak apa-apa, ‘kan? Kak Herkules nggak memukulmu, ‘kan?” Content © provided by NôvelDrama.Org.
“Bu, aku baik-baik saja. Untung saja ada Ardika, aku berhasil menagih utangnya,” ucap Luna sambil melirik ke arah Ardika.
“Apaan Ardika? Memangnya kamu percaya pecundang seperti dia punya kemampuan seperti itu?”
Desi menatap Ardika dengan hina, lalu lanjut menjelaskan, “Kalau bukan karena kami meminta bantuan kepada Tuan Muda Tony, mana mungkin kamu bisa mendapatkan uangnya?”
Mereka berhasil karena bantuan Tony?
Setelah mendengarnya, Luna pun tertegun.
Ardika juga menyipitkan matanya dengan tenang.
Ini bukan pertama kali dia mendengar nama Tony.
“Luna, kali ini kamu harus berterima kasih kepada Tuan Muda Tony. Awalnya, aku hanya mencoba meminta bantuannya, siapa sangka dia langsung menyetujuinya.”
“Tuan Muda Tony mengajak kita makan malam. Kali ini, kamu nggak boleh menolaknya.”
Luna segera menolak dan berkata, “Bu, aku boleh nggak usah pergi? Hari ini Ardika baru pulih, bukankah kita harus merayakannya?”
Desi memelototinya dan berkata, “Si idiot ini pulih, kenapa harus dirayakan? Tuan Muda Tony sudah membantu kita, hari ini kamu harus ikut dengan kami.”
Ayahnya yang bernama Jacky Basagita juga mengangguk dan berkata, “Benar kata ibumu. Hari ini kamu harus pergi.”
Luna melihat ke arah Ardika dengan ekspresi kesulitan sambil berkata, “Kalau kita pergi makan, bagaimana dengan Ardika?”
“Buat apa kamu urusi dia?” Sambil berbicara, Desi terus mendorong Luna untuk naik ke atas. “Cepat ganti baju dan dandan yang cantik, ya?”
Luna terus menoleh ke belakang sambil berjalan maju. Ardika juga mengernyit.
“Ardika, kenapa dengan tampangmu itu? Cepat pergi sana! Kamu nggak diterima di rumah kami,” ucap Jacky dengan kesal setelah melihatnya.
Pada saat ini, sebuah mobil Land Rover berhenti di bawah rumah Luna.
Seorang wanita yang menawan turun dari mobil.
Dia adalah Tina Dienga, sahabat baik Luna.
“Paman, Bibi, mana Luna? Tuan Muda Tony memintaku untuk datang menjemput kalian.”
Tina tiba-tiba melihat Ardika, lalu berkata dengan kaget, “Ardika? Kenapa si idiot ini kabur dari rumah sakit?”
Desi segera menarik Tina dan menjelaskannya.
Tina baru mengerti dan menatap Ardika dengan hina.
Tiga tahun yang lalu, Ardika pergi tanpa pamit dari acara pernikahannya. Hal itu membuat sahabat baiknya menjadi bahan tertawaan. Setelah itu, dia menjadi seorang idiot dan membuat Luna sekeluarga ikut menderita. Jadi, Tina sangat merendahkan suaminya Luna yang idiot ini.
“Ardika, kalau kamu sudah pulih, kenapa masih berada di sisi Luna? Kalau kamu seorang pria, cepat menjauh darinya. Jangan menghalangi Luna untuk mengejar kebahagiannya.”
“Tuan Muda Tony adalah anak dari Grup Susanto Raya. Ayahnya, Budi Susanto, merupakan Ketua Asosiasi Bahan Bangunan yang menguasai seluruh bisnis konstruksi di Kota Banyuli. Dia bisa memberikan kemewahan kepada Luna.”
“Bagaimana denganmu? Selain memberikan penderitaan dan penghinaan kepada Luna, kamu bisa apa lagi?”
Setelah mendengarnya, Desi dan suaminya juga ikut mengangguk setuju.
Ardika lalu berkata, “Tina, hal yang bisa aku berikan kepada Luna bukanlah sesuatu yang bisa dibayangkan oleh orang awam seperti kalian.”