Bab 719
Bab 719
“Tuan Harvey, kemoterapi itu seperti menggunakan racun untuk melawan racun. Nggak cuma sel kanker
yang
akan diserang, tapi juga semua sel sehat lainnya. Kondisi Nyonya saat ini sudah terlalu parah, ada
kemungkinan besar sel kanker dan kemoterapi yang dijalani membuat Nyonya…”
“Nggak, Seli nggak akan mati,” sela Harvey dengan suara yang terdengar serak, kepalanya tertunduk.
Hansen tidak tahu harus bagaimana menguatkan Harvey. Saat ini, mereka hanya bisa berdoa semoga.
ada keajaiban terjadi.
Setelah dirawat selama semalam, untuk sementara nyawa Selena tidak dalam bahaya. Meskipun begitu.
kondisinya masih sangat lemah. Dokter sangat menyarankan untuk tidak segera memulai kemoterapi
karena kemungkinan besar Selena tidak akan sanggup bertahan melewatinya.
Harvey menatap Selena yang tidak sadarkan diri dan akhirnya mengalah. Persoalan kemoterapi akan
ditunda untuk sementara waktu.
Tepat pada saat itu, Alex bergegas menghampiri dan melapor, “Gawat, Tuan Harvey, aku baru saja
mendapat kabar bahwa sesuatu terjadi pada Tuan Sean.”
“Apa?”
“Penyakit lamanya kumat, jadi kemarin malam dia dirawat di rumah sakit keluarga. Keluarganya benar-
benar menutup rapat segala akses informasi, jadi saat ini kondisi Tuan Sean seperti apa belum diketahui dan dia juga nggak bisa dihubungi.”
Ya ampun, ini ibarat sudah jatuh malah tertimpa tangga! Ternyata sesuatu juga terjadi pada Sean!
“Kalau Isaac?”
“Untuk saat ini masih nggak diketahui dia ada di mana. Tenang saja, Tuan Harvey, kami akan langsung From NôvelDrama.Org.
memberi tahu Tuan kalau ada kabar apa–apa.”
Hansen pun berjalan menghampiri dengan tergesa–gesa, “Tuan Harvey, Nyonya sudah sadar.”
Harvey langsung bergegas berjalan keluar.
Selena sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Wajahnya terlihat pucat pasi. Dia tampak sangat
lemah.
Ellia juga berjalan masuk. Begitu melihat Selena yang sedari dulu selalu kuat sekarang menjadi selemah
ini, Ellia pun menangis dengan sedih.
+15 BONUS
“Maafkan Ibu, Nak, Ibu nggak bermaksud membohongimu…”
Selena yang baru saja sadar bisa langsung mencium bau obat yang khas. Perutnya juga sudah tidak terasa sakit lagi. Namun, rasanya tubuhnya seperti ditelan oleh seekor monster besar.
Ingatannya akan kejadian tadi malam agak kabur seolah–olah itu semua hanyalah mimpi.
Begitu melihat mata Harvey yang berkaca–kaca dan menyorotkan keprihatinan, Selena pun bertanya
dengan suara pelan, “Kanker usus stadium akhir?”
Harvey pun bersandar di tepi tempat tidur. Dia menggenggam tangan Selena, lalu menjawab dengan
suara yang terdengar serak dan lirih, “Kamu pasti sembuh.”
“Oh, ternyata bukan mimpi,” gumam Seli.
“Maaf, Seli, aku…
Harvey hendak menjelaskan, tetapi Selena menarik tangan kirinya dari genggaman Harvey dengan
susah payah sambil berkata, “Kamu nggak usah menjelaskan apa–apa. Aku nggak ingin tahu, aku capek
banget.”
Apa yang bisa Selena percayai dari keluarganya yang bekerja sama untuk membohonginya?
Saat ini, Selena sudah tidak punya tenaga untuk memilah mana yang benar dan mana yang tidak.
Ellia mengusap air matanya, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Nggak apa–apa, Selena, nanti biar
Ibu yang jelaskan semuanya setelah kamu sembuh. Ibu janji nggak akan membohongi kamu lagi. Kamu
pasti lapar, ‘kan? Makan dulu sedikit, ya?”
Selena pun bangun dengan patuh, dia tidak mau membuat keributan. “Iya.”
Lagi pula, dia memang lapar. Mungkin karena selama beberapa hari terakhir perutnya terasa sangat
sakit, jadi Selena takut akan memperparah rasa sakitnya.
Harvey pun segera mengambil semangkuk bubur yang sudah disiapkan. Ellia membantu Selena untuk
duduk di atas kasurnya dan menempatkan bantal di sekitar pinggang Selena.
Harvey meniup sesendok bubur hingga tidak terasa begitu panas lagi, lalu menyodorkannya kepada
Selena.
Namun, Selena tidak membuka mulutnya. Harvey pun langsung bertanya, “Kamu nggak mau makan
bubur, ya? Kamu mau makan apa?”
“Bukannya nggak mau, lebih tepatnya aku nggak mau makan bubur yang kamu berikan.”
2/3
+15 BONUS
“Aku Jadi mual” jawab Seleña dengan suara tegas sambil menatap Harvey dengan tajam.