Bab 629
Bab 629
Di garasi bawah tanah, William terlihat muram.
Tiba–tiba, layar ponsel menampilkan nomor telepon virtual, suara si penelepon pun terdengar dingin,” Kalau kedatanganmu ke sini untuk menyaksikan pertunjukan yang bagus, saranku kamu tutup mulut
saja.”
“Aku menelepon untuk membicarakan bisnis denganmu.”
“Ha?”
“Aku tahu bahwa selama beberapa tahun ini kamu sudah menghabiskan banyak uang. Aku akan melakukan transaksi bisnis senilai 2 triliun denganmu, kamu mau nggak?”
“Bisnis apa?”
Orang itu berucap kata demi kata, “Bantu aku membunuh Selena, aku akan memberimu 2 triliun.”
Kantor direktur.
Selena menoleh menatapnya, “Kenapa? Sudah ada petunjuknya?” tanyanya.
“Nggak ada petunjuk mengenai orang itu, tapi sandiwara ini bisa diakhiri. Kamu mau ikut menonton pertunjukan yang bagus?”
Selena mengedipkan matanya, “Memangnya boleh?” tanyanya.
“Tentu saja boleh, mereka yang harusnya minta maaf, bukan kamu.”
Selesai mengurus urusan kantor, Harvey menyetir, lalu membawa Selena pergi ke pantai.
LILI
1
Saat ini langit mulai gelap, Selena masih bisa melihat garis pantai dengan samar. Dia memiliki rasa takut bawaan akan laut, bahkan napasnya menjadi tegang.
Menyadari kekhawatiran Selena itu, Harvey menyalakan musik yang menenangkan, “Sebentar lagi
sampai,” ujarnya.
“Oke.”
Untuk mengabaikannya, Selena pun sibuk bermain ponsel, namun tak lama, mereka tiba di Vila Matahari.
Karena hari ini dia agak terlambat makan, perutnya terasa agak sakit.
Mengetahui Selena berhenti sejenak, Harvey segera menoleh untuk melihatnya, “Kamu kenapa?”
tanyanya.
Mengingat bahwa Harvey masih ada urusan yang harus diselesaikan, Selena menahannya, “Aku baik- baik saja, cuma merasa agak kedinginan, ayo cepat masuk,” ujarnya.
Dulu, Selena pernah bertanya pada Benita apakah sebelumnya dia memiliki masalah kesehatan. Melalui cerita Benita, dia mengetahui bahwa dulunya dia sangat sehat, namun kondisinya memburuk setelah menjalani persalinan prematur, tetapi perutnya baik–baik saja.
Karena itu, Selena tidak mengkhawatirkannya, dia berpikir bahwa itu hanya masalah sepele pada perutnya yang tidak perlu dicemaskan.
Saat masuk ke dalam ruangan, Selena berusaha kuat menahan rasa sakit yang bergejolak di perutnya.
Begitu masuk, hawa hangat menyambutnya, tetapi udara tercampur dengan bau darah yang sangat pekat. Selena yang sudah sakit perut pun menjadi muntah.
“Seli.”
Mungkin karena belum makan, jadi Selena tidak memuntahkan apa pun, “Aku nggak apa–apa,” ucapnya
sambil tersenyum dengan susah payah.
Kemudian, Selena mendongak dan melihat ke arah ruang tamu, dari mana asalnya bau darah itu?
Di ruang tamu yang luas, berdiri beberapa pengawal, sementara seorang wanita terbaring di lantai, namun tatapan Selena tertuju pada kaki wanita itu.
Itu adalah sepasang kaki palsu mekanik.
Darah mengalir deras di bawah tubuh wanita itu, keadaannya sangat kacau dan berlumurah darah.
Sementara itu, seorang pria paruh baya yang terlihat berwibawa segera berdiri, “Tuan Harvey, Andal sudah datang. Tadi saya memberi pelajaran wanita murahan ini, maafkan saya tidak menyambut Anda.”
katanya.
Pria yang baru saja berbicara tidak lain adalah Arnold. Walaupun sudah paruh baya, bentuk wajah dan
tubuhnya tidak terlihat gemuk, mungkin saat muda dia adalah seorang pria tampan yang sangat gagah.
Kalau bukan karena kemeja putihnya dan noda darah di tangannya yang masih belum dibersihkan,
Selena tentunya juga akan mengira bahwa dia adalah paman yang sangat baik.
“Anda pasti Nyonya Irwin, sila
Tatapannya tertuju pada raut wajah Selena, dia tercekat sejenak dan tanpa sadar melihat wanita yang berada di lantai. Setelah terdiam sesaat, akhirnya suaranya kembali, “Silakan duduk,” ucapnya.
Di sisi lain, Selena mengucapkan terima kasih dengan sopan, lalu bertanya “Maaf, apa ada air panas?”
“Ada, ada, silakan.”
Saat melewati wanita itu, Arnold menendang sekalian wanita yang sekarat itu.
Tak lama kemudian, pembantu membawakan beberapa buah dan kue–kue yang lezat, serta berbagai macam minuman.
Seusai meminum sedikit air hangat, Selena memakan beberapa potong kue untuk menenangkan perutnya yang berbunyi.
Dengan raut wajah yang menyesal Arnold berkata, “Maaf Tuan Harvey, saya benar–benar tidak mengira wanita murahan ini begitu berani menyerang Anda dan Grup Irwin. Saya benar–benar minta maaf atas kerugian yang disebabkan. Silakan Anda membuat perhitungan padanya.”
Walaupun pria itu jauh lebih tua, sikapnya begitu rendah hati.
Saat mengangkat tangan untuk menghentikan ucapannya, Harvey melirik ke wanita yang ada di lantai itu, “Dia sudah mati?” tanyanya dengan dingin.
“Belum, belum. Tuan Harvey meminta saya untuk tidak membunuhnya, jadi saya sengaja membuatnya
sekarat.” NôvelDrama.Org owns © this.
“Bangunkan dia, aku mau menanyakan sesuatu.”
“Baik.”
Walaupun merasa bahwa ini agak kejam, tetapi Selena tahu betul kepribadiah Harvey. Harvey tidak mungkin menghajar orang lain sampai seperti ini, jadi Selena hanya menyaksikannya secara diam– diam,
tanpa berucap.
Setelah seember air garam diguyurkan ke tubuh wanita itu, tak lama wanita itu pun tersadar dari rasa
sakit yang hebat.
“Aaa!”
Wanita itu berteriak. Saat mendongak, dia langsung melihat wanita yang duduk di sebelah Harvey.