Bab 246
Bab 246 Selena tersenyum dengan senyuman sarkas.
Selena membuka jari Harvey satu persatu dan berkata, “Tuan Harvey, aku nggak pernah meminta apa pun darimu, apalagi posisi Nyonya Irwin yang kamu sebutkan. Kalau aku bisa melepaskannya, aku nggak akan memikirkannya lagi.”© NôvelDrama.Org - All rights reserved.
Di dalam mata Harvey yang berkilauan, sudut bibir Selena sedikit terangkat. Dengan. suara yang tenang, dia berkata, “Dulu aku selalu berpikir kalau angin musim pancaroba nggak sebanding denganmu. Akan tetapi aku berdiri sendirian di tempat yang sama, menunggumu hingga musim kemarau dan hujan terlewati. Aku tidak bisa menunggumu lebih lama lagi, jadi aku harus menyeret tubuhku yang lelah perlahan ke depan. Kemudian, aku menyadari bahwa badai di musim hujan dan terik yang panjang di musim kemarau itu jauh lebih baik darimu.”
Selena perlahan mengangkat tangannya dan jemarinya yang ramping membelai wajah orang yang ada di hadapannya, orang yang pernah dia cintai dengan sepenuh jiwa dan raganya.
“Harvey, aku nggak bisa menyangkal kalau aku belum sepenuhnya melupakanmu. Mungkin untuk waktu yang lama, aku nggak akan bisa menghapusmu dari lubuk hatiku. Kamu masih akan mempengaruhi emosiku dan mengganggu sarafku, tapi... aku sungguh nggak punya tenaga lagi untuk memikirkan dirimu.”
Ujung jari terakhir menyentuh bibir Harvey, lalu berkata, “Harvey, apa kamu nggak capek dengan keterikatan, cinta, dan kebencian selama beberapa tahun? Aku capek. Aku nggak ingin membuang waktuku lagi untuk kamu dan Agatha. Aku nggak ingin merasa sedih karena orang-orang yang nggak penting lagi. Selanjutnya, kita hidup
masing—masing saja, oke?”
Sorotan mata Harvey dengan jelas merefleksikan wajah Selena. Begitu familier, tetapi asing sampai dia merasa seolah-olah Harvey belum pernah melihat Selena
sebelumnya.
Harvey menggertakkan giginya dan mengeluarkan nada dingin dari tenggorokannya, “Selena, segitukah kamu ingin membuat jarak denganku?”
Selena dengan tenang menatap Harvey. Saat ini, dia tidak takut maupun ingin berpura—pura.
“Ya. Kalau bukan karena mencari Leo, aku nggak akan inisiatif mencarimu. Meskipun aku nggak suka Agatha, aku nggak ingin menjadi orang kedua lagi. Kita akan terus terjerat kalau kamu memiliki hubungan pernikahan. Perceraian bukanlah sekedar surat pernikahan, tetapi pilihan yang dibuat oleh dua orang. dewasa. Sekarang yang perlu kamu lakukan adalah menghargai pilihanmu sendiri.”
Harvey perlahan melepaskan tangannya dari bahu Selena dan berkata, “Kuharap kamu nggak menyesali pilihanmu hari ini.” Sebenarnya Selena takut dan bingung.
Namun saat ini, Selena mendapatkan dirinya menjadi jauh lebih tenang dari yang
dia bayangkan.
“Dulu aku takut kegelapan, takut kamu pergi, dan takut kamu nggak mencintaiku lagi. Aku memejamkan mata, menutup telinga, menghentikan langkahku, dan nggak berani melangkah maju. Alasan kenapa aku setakut itu adalah karena aku memejamkan mata dan nggak berani menghadapinya. Saat aku benar—benar menerima kenyataan dan nggak peduli dengan apa pun, aku menyadari bahwa aku paling takut kehilangan dirimu, tapi sekarang aku sudah kehilangan dirimu. Apa lagi yang aku takutkan?”
Harvey membuka mulutnya dan ingin menjelaskan. Namun, pada akhirnya dia menyadari bahwa dia tidak tahu harus menjelaskannya dari mana.
Harvey hanya bisa menurunkan tangannya dengan lemah dan menatap Selena dengan tatapan rumit. “Apa kamu sungguh sudah memikirkannya?”
Selena berusaha tersenyum dan berkata, “Harvey, aku sudah bekerja keras karena aku selalu percaya, saat kamu berencana untuk melepaskan impianmu, katakan pada dirimu sendiri untuk bertahan selama sehari lagi, seminggu lagi, sebulan lagi, dan setahun lebih lama. Kamu akan terkejut dengan akibat menolak untuk mundur.
Selena mengangkat tangannya dan membuat isyarat angka dua di jari tangannya sembari berkata, “Aku bertahan selama dua tahun untuk hal ini dan berharap keajaiban bisa terjadi.”
“Kamu nggak akan tahu bagaimana rasanya melihat matahari terbenam dan bulan naik ke langit dari rumah sendirian, menghangatkan makanan berulang kali, hingga menjaga seseorang yang nggak akan pernah kembali.”
“Kamu pasti nggak tahu perasaan Keluarga Bennett yang bangkrut, kecelakaan. mobil ayahku, aku yang kehilangan kekasihku, kehilangan anak, dan kehilangan. segalanya. Saat itu aku sibuk keluar masuk rumah sakit, tapi saat aku paling membutuhkan dirimu, kamu malah bersama Agatha.”
Mata Selena berkaca-kaca, tapi dia tetap tersenyum. “Aku sudah merasakan hati yang tersayat-sayat, menusuk hati, dan pengkhianatan. Aku sudah berjuang di lumpur selama dua tahun penuh, tapi hasilnya masih nggak memuaskan. Aku nggak punya pilihan. Kalau kamu nggak membutuhkanku, kenapa aku harus
mencintaimu?”
Selena meraih lengan Harvey dan berkata satu demi satu dengan tegas, “Sekarang aku bisa merasakan bahwa kamu nggak membenciku lagi karena kamu nggak ingin menyakitiku. Harvey, biarkan aku pergi dari masa lalu, oke?”
Harvey tidak menjawab dan hanya melepaskan tangan Selena.
Hari itu Harvey menutup pintu dengan lembut.
Benar kata pepatah, suara pintu paling kecil adalah perpisahan.
Selena perlahan jatuh terduduk di lantai dinding kamar mandi. Air matanya
perlahan mengalir melalui celah jemarinya.
Selena merelakan cinta terdalamnya dengan tangannya sendiri. Rasa sakitnya sama seperti menuangkan sebaskom air dingin ke dalam bara api yang membara padal
arang.
Kalau kita berusaha keras, pasti kita akan sukses. Kalau dua orang saling mencintai, pasti bisa akan bersama. Kedua kalimat kebohongan ini menyemangatinya saat masih muda dan dia memeluknya dengan penuh semangat.
Dongeng memang tidak menipu. Pangeran dan putri bisa hidup bahagia bersama. Namun, tak ada dongeng yang bisa menceritakan kisah kehidupan pernikahan seorang putri. Terlalu banyak hal yang tak bisa dihindari dan tak bisa dilakukan di dunia ini.
Walaupun Harvey masih memiliki tempat di hati Selena, dia tak bisa menerima posisi wanita lain di sampingnya. Jadi, Selena melepaskannya. Dia melepaskan Harvey sepenuhnya,
Selena ingin mendapatkan kembali dirinya yang dulu.
Selena menelepon seseorang dan terdengar suara yang sudah lama tak terdengar,” Apa kamu baik—baik saja?”
“Baik, kok, Kak Lewis,” kata Selena sambil tersenyum.