Bab 221
Bab 221
Di dalam lift yang luas itu, hanya ada keduanya. Cermin di sekeliling memantulkan wajah Harvey yang dingin, sementara Selena terjebak di pojokan yang sempit dan tidak berani bergerak, menahan aura Harvey yang mendominasi.
“Tuan Harvey, tolong jaga sikapmu, kamu dan Agatha akan segera bertunangan.”
suatu cont d
Selena tidak menyangka bahwa akan memanfaatkan orang yang
paling dibencinya sebagai tameng.
“Aku sudah bilang, nggak usah ikut campur urusanku sama dia,” ujar Harvey dengan dingin seraya menatap Selena lekat—lekat. Saat Selena hendak angkat bicara, lift melaju dengan cepat ke lantai atas, kemudian Harvey menariknya keluar.
Melihat tempat yang familier, wajah Selena menjadi agak berubah, “Untuk apa kamu membawaku ke sini? Kamu ingin aku melihat siaran langsungmu dengan Agatha? Harvey, jangan keterlaluan!”
“Pip” Pintu terbuka setelah Harvey menempelkan jari Selena untuk memasukkan sidik jari. Selena pun tertegun sesaat. Harvey belum menghapus sidik jarinya? Bahkan Agatha tidak ada di dalam kamar.
Tepat saat Selena tertegun, Harvey melemparnya ke sofa.
Sofa berbulu yang empuk dan besar itu tetap empuk seperti dulu. Sebelum Selena. sempat berkomentar tentang seberapa bagusnya sofa yang dia pilih, tubuh Harvey segera menekannya.
Kenangan-kenangan yang memalukan pun muncul di dalam benaknya.
Tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan indah saat keduanya masih saling cinta, terutama sofa yang memiliki banyak sekali kenangan tentang keduanya dulu.
Tanpa cahaya lampu, cahaya di dalam kamar itu begitu redup, dan Selena hanya bisa melihat siluet Harvey yang melepas mantel.
Serta sosok Harvey yang membungkuk dan berbisik di telinganya, “Aku nggak pernah membawa Agatha ke sini.” Harvey ini sedang memberi penjelanan?
“Tadi aku cuma mengantar din bertemu temannya,” jelas Harvey lagi dengan baik- baik, seakan sudah tahu apa yang dipikirkan Selena.
“Tuan Harvey, kamu nggak perlu memberiku penjelasan, nggak penting.”
Selesai mengatakannya, Harvey semakin menggenggam erat pergelangan tangannya. Dengan kesal, Harvey berkata di telinganya, “Selena, kesabaranku ada batasnya.” “Hari ini aku sudah memberikan waktu yang cukup banyak untukmu.”
Sudah dari satu atau dua bulan yang lalu, Harvey hendak bertindak, namun setiap kali hendak melakukannya, dia selalu melepaskannya.
Selena sangat panik, sementara Harvey melepas pakaiannya hingga hanya tersisal kemejanya saja.
Dia melihat jari-jari yang ramping itu mulai membuka kancing satu per satu mulai dari yang paling atas secara perlahan dan tenang.
Segera setelah itu, lampu di dalam kamar menyala.
Dia melihat jelas dada Harvey.
Dada yang membuatnya kepincut berulang kali, dia tahu betul betapa bagusnya
tubuh Harvey.
Penampakan yang telah lama menghilang itu masih saja membuat napasnya
menjadi berat.
“Kamu bilang sekalipun aku menunjukkan otot perutku dan berdiri di depanmu, kamu akan mengabaikannya,” ucap Harvey mengelus wajah kecil Selena yang agakThis is the property of Nô-velDrama.Org.
kebingungan dan tak berdaya.
Karena maha Selena hampu menggigit bibirnya. Ternyata Harvey mendengar perkataan itu
Selena pun segera memalingkan wajahnya, mengalihkan pandangannya dari tubuh Harvey, tetapi tetap saja dia melirik tubuhnya.
“Kamu nggak mau pegang? goda Harvey Dulu memang Selena begitu mencintainya!
Setiap kali menyerangnya dari belakang, dia akan sengaja meraba pinggang dan perutnya kemudian Harvey akan meraih tangan kecilnya yang gelisah.
Dia tahu persis sentuhan tubuh Harvey yang bergelombang tetapi lentur itu.
Harvey memiliki tubuh yang bukan dibentuk dari pusat kebugaran. Tubuhnya yang begitu liar bahkan lebih memikat daripada garis otot yang terlihat di tubuhnya.
Selena pun menelan air liurnya, kemudian menyingkirkan pikirannya yang aneh- aneh. “Nggak mau aku nggak suka dengan barang yang pernah disentuh orang lain,
ucapnya dengan tegas.
CON BUNDLE: get m